Selasa, 29 Maret 2011

HUKUM ACARA PIDANA
Rahman Syamsuddin
Sistem Penilaian
Nilai akhir ditentukan oleh empat faktor :
1. Kehadiran/absensi : 40%
2. Ujian tengah semester : 15%
3. Tugas terstruktur/mandiri : 30%
4. Ujian akhir semester : 15%
Penentuan Nilai :
A = > 85
B = < 75 - < 85
C = < 60 - < 75
D = < 45 - < 60
E = < 45
. Bahan Bacaan
  1. Andi Hamzah, 1993, Hukum Acara Pidana Indonesia, Arikha Media Cipta, Jakarta.
  2. Livingstone Hall, 1971, Hak Tertuduh Dalam Perkara Pidana, dialihbahasakan oleh Gregory Churchill, Universitas Indonesia, Jakarta
  3. Loebby Loqman, 1984, Praperadilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
  4. Suryono Sutarto, 1984,Upaya-Upaya Paksa dan Praperadilan, Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, Semarang.
  5. Departemen Kehakiman RI, 1983, Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Jakarta
SILABUS HKM ACARA PIDANA
  1. Ruang lingkup dan pengertian Hukum Acara Pidana
  2. Peraturan Hukum Acara Pidana yang pernah berlaku di Indonesia
  3. mekanisme penyelenggaraan Peradilan Pidana
  4. pelaksanaan upaya paksa
  5. fungsi Surat Dakwaan
  6. mekanisme Pemeriksaan Pengadilan
  7. Mahasiswa memahami jenis-jenis putusan Hakim
  8. fungsi Upaya Hukum
Pengertian Hukum Acara Pidana
PENGERTIAN
Hukum Acara adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan yang berlaku.
Menurut Van Bemmelen Hukum acara pidana mempunyai peraturan mengenai yang terjadi antara saat timbulnya dugaan bahwa suatu delik telah dilakukan dan dilaksanakannya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
SISTEM HUKUM PIDANA
HUKUM PIDANA
  1. HUKUM PIDANA MATERIL (KUHP)
  2. HUKUM PIDANA FORMIL (KUHAP) HUKUM ACARA
FUNGSI / TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
1. Fungsi Penegakan Hukum
2. Tujuan Mencari dan Mendapatkan Kebenaran Materiil
3. Melaksanakan Putusan Pengadilan
4. Tujuan Melindungi Hak Asasi Manusia
Sejarah & Peraturan H.Acr.Pidana
  1. Inlandsch Reglement (IR) tanggal 29 September 1849 No. 93.IR ini juga beberapa kali mengalami perubahan antara lain pada tahun 1926 dan 1941,
  2. hukum Laundraad yang kemudian disebut “Herziene Inlandsch Reglement”. (H.I.R). 1941 No. 44 .HIR pada dasarnya hanya berlaku bagi bangsa Eropa dan warga negara Indonesia keturunan asing
  3. hukum sipil barat, yaitu golongan yang merupakan justiciabelen dari Raad van Justitie tunduk pada bangsa Indonesia asli .
Sejarah & Peraturan H.Acr.Pidana
  1. di luar Jawa dan Madura, masih berlaku ketentuan “Rechtsregleinent Buitengewesten” (Reglement untuk daerah seberang).
  2. Undang-undang No. 8 tahun 1981 (LNRI No. 76 TLN No. 3209) selanjutnya disebut dengan “Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menggantikan HIR
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Asas-asas Umum dalam sistem peradilan pidana
Asas-asas khusus yang berkaitan dengan penyelenggaraan Peradilan
Asas-asas yang berkaitan dengan perlindungan terhadap tersangka-terdakwa
Asas-asas Umum
1) Asas legalitas
2) Peradilan Pidana oleh Ahli Hukum
3) Jaksa sebagai Penuntut Umum
4) Oportunitas dalam Penuntutan
5) perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun;
6) peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;
7) Pemeriksaan Hakim yang langsung dan Lisan
8) peradilan yang terbuka untuk umum;
Asas legalitas
Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali. Dimana disebutkan bahwa tidak ada tindak pidana tanpa didasarkan atas peraturan peundang-undangan tertulis dan tidak dapat dipidana seseorang kecuali didasarkan pada sanksi pidana yang ditentukan oleh aturan perundang-undangan. Pasal 1 ayat 1 KUHP
Peradilan Pidana oleh Ahli Hukum
Pada hakekatnya peradilan pidana harus dilakukan oleh ahli hukum menjadi dasar dalam penyelenggaraan peradilan. Hal ini pada dasarnya adalah layak karena penyelenggaraan peradilan memerlukan pengetahuan hukum yang baik.
Jaksa sebagai Penuntut Umum
KUHAP dalam pasal 1 angka 6 dinyatakan :
6. a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Asas Oportunitas
pasal 32c Undang-undang Nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan yang berbunyi:
“Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum”.
Jadi asas Oportunitas merupakan asas dimana penuntutan umum (Jaksa Agung) tidak harus menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum.
Perlakuan yang sama di muka hukum
Asas ini harus dimaknai :
1) Sama derajat di depan hukum (equal before the law)
2) Mempunyai perlindungan sama oleh hukum (equal protection on the law)
3) Mendapat perlakuan keadilan yang sama di bawah hukum (equal justice under the law).
Peradilan yang Bebas, Sederhana dan Cepat serta Biaya Ringan
Adanya peradilan yang bebas dari pengaruh apapun (independent judiciary);
Proses peradilan pidana harus dilakukan secara cepat dan sederhana (speedy trial).
Asas biaya ringan dapat kita lihat pada surat edaran MA No. KMA/155/X/1881 tanggal 19 Oktober 1981 yaitu minimal Rp 500,00 dan maksimal Rp10.000,00.
Pemeriksaan Hakim yang langsung dan Lisan
Bahkan dalam pasal 195 KUHAP berbunyi :
”Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum”.
Pasal 214
(1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.
(2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
Peradilan yang terbuka untuk umum
Pasal 53 (3) KUHAP berbunyi:
”Untuk keperluan pemeriksaan hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan dan terdakwanya anak-anak (pengadilan anak).
Asas-asas khusus
1) pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan ) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis);
2) hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya; dan
3) kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya
Proses Hukum didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah
Undang-Undang Pokok-Pokok kekuasaan Kehakiman merumuskan :
Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya
tentang “due process of law”, di mana salah satu unsurnya adalah “tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya”.
Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya
Terpidana tetap masih mempunyai hak sebagai warga negara walaupun ia ada di dalam lembaga pemasyarakatan. Untuk itulah perlu adanya hakim pengawas dan pengamat putusan (Hakim WASMAT)
Asas-asas perlindungan tersangka-terdakwa
1) praduga tidak bersalah;
2) hak untuk memperoleh kompensasi (ganti kerugian dan rehabilitasi);
3) hak untuk mendapat bantuan hukum;
4) hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan
praduga tidak bersalah;
Asas ini disebutkan dalam undang-undang Pokok-Pokok kekuasaan Kehakiman. Sementara dalam KUHAP,
Pasal 8
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap
hak untuk memperoleh kompensasi
Hak ini mengandung dua asas:
pertama, hak warga negara untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk ganti kerugian (uang) dan rehabilitasi (pemulihan nama);
kedua, kewajiban dari pejabat penegak hukum untuk mempertanggungjawabkan perilakunya dalam melaksanakan penegakan hukum, dengan tidak membebankan keseluruhan tanggungjawab kepada Negara.
hak untuk mendapat bantuan hukum;
akan terjadi ketidak seimbangan dalam persoalan “kemampuan hukum” (pengetahuan hukum tertuju pada kasus yang terjadi) dan “jangkauan dan penjelajahan” bukti antara tersangka dan terdakwa dibanding dengan kepolisian (penyidik)dan kejaksaan (penuntut umum).
hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan
Prinsip secara universal menyatakan bahwa Pengadilan tidak dapat memeriksa suatu perkara tindak pidana apabila terdakwa tidak dapat dihadirkan oleh jaksa.
TIMBULNYA KEJAHATAN
1. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (Pasal 1 ayat 19 KUHP)
TIMBULNYA KEJAHATAN
2. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. (Pasal 1 ayat 24 KUHP)
Penyelidikan
  1. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 ayat 5 KUHAP).
  2. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. (Pasal 1 ayat 4 KUHAP)
PENYIDIKAN
  1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.(Pasal 1 ayat 2 KUHAP).
  2. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. (Pasal 1 ayat 1 KUHAP)
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2009
TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
tugas kepolisian menggunakan asas-asas sebagai berikut:
a. legalitas, yaitu setiap tindakan penyidik senantiasa berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. proporsionalitas, yaitu setiap penyidik melaksanakan tugasnya sesuai legalitas kewenangannya masing-masing;
c. kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
d. kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan/atau golongan;
e. akuntabilitas, yaitu setiap penyidik dapat mempertanggungjawabkan tindakannya secara yuridis, administrasi dan teknis;
f. transparansi, yaitu setiap tindakan penyidik memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak-pihak terkait;
g. efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjungtinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan ini;
h. kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan dan keterampilan yang prima dalam melaksanakan tugaspenyidikan;
Bagian Kesatu
Penyelidikan di Dalam Wilayah Hukum
Pasal 20
(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan guna memastikan bahwa Laporan Polisi yang diterima dan ditangani penyelidik/penyidik merupakan tindak pidana yang perlu diteruskan dengan tindakan penyidikan.
(2) Terhadap perkara yang secara nyata telah cukup bukti pada saat Laporan Polisi dibuat,dapat dilakukan penyidikan secara langsung tanpa melalui penyelidikan.
(3) Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan penyidikan.
Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelidikan antara lain:
a. pengamatan (observasi);
b. wawancara;
c. pembuntutan;
d. penyamaran;
e. mengundang/memanggil seseorang secara lisan atau tertulis tanpa paksaan atau ancaman paksaan guna menghimpunketerangan;
f. memotret dan/atau merekam gambar dengan video;
g. merekam pembicaraan terbuka dengan atau tanpa seizin yang berbicara; dan
Penyelidikan di Luar Wilayah Hukum
Pasal 23
Kegiatan penyelidikan di luar wilayah hukum yang tidak berada di bawah tanggung jawab pelaksana penyidikan, harus dilengkapi dengan Surat Perintah Penyelidikan dan Surat Izin Jalan dari Atasan Penyidik.
Pasal 24
(1) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penyelidikan ke Luar Wilayah Hukum dan Surat Izin Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 oleh Pejabat Atasan penyelidik/penyidik setingkat:
a. Direktur/ Wakil Direktur Bareskrim;
b. Direktur/ Wakil Direktur Reskrim Polda;
c. Kepala Polwil untuk wilayah di luar Polwil;
d. Kepala Polres untuk wilayah di luar Polres; dan
e. Kepala Kapolsek untuk wilayah di luar Polsek.
(2) Tembusan Surat Perintah Penyelidikan ke Luar Wilayah Hukum dan Surat Izin Jalan wajib dikirimkan/dibawa oleh petugas kepada Pejabat yang berwenang setempat.
Pasal 25
(1) Atasan yang memberi perintah untuk pelaksanaan penyelidikan di luar wilayah hukum, dapat meminta bantuan kepada pejabat yang berwenang di wilayah dilaksanakannya penyelidikan.
(2) Atas permintaan bantuan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat wilayah setempat wajib memberikan bantuan guna kelancaran dan keberhasilan penyelidikan.
(3) Dalam hal menghindarkan salah pengertian, petugas yang melakukan penyelidikan di luar wilayah hokum wajib memberitahukan kegiatannya kepada pejabat yang berwenang setempat, terkecuali jika terdapat petunjuk/arahan dari atasan yang memberi perintah untuk merahasiakan kegiatan penyelidikan.
Hukum Acara Pidana
Kehadiran Terdakwa, Penahanan, Pra Peradilan, dan Pembuktian
Amin Sutikno
B. PENAHANAN
Pengaturan:
o Pasal 16 – 19 KUHAP tentang Penangkapan
o Pasal 20 – 21 KUHAP tentang Penahanan
PENANGKAPAN
PENGERTIAN
a. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.(Pasal 1 ayat 20 KUHAP)
PENAHANAN
PENGERTIAN
b. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 ayat 20 KUHAP)
Ø Alasan Penahanan: Pasal 21 Ayat 1 KUHAP (subyektif)
- melarikan diri, merusak/ menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana
Ø Dapat/tidaknya dilakukan penahanan: Pasal 21 ayat 4 (obyektif)
a. Diancam 5 tahun penjara/ lebih
b. Ancaman kurang dari 5 thn, asal memenuhi ketentuan dalam pasal 21 ayat 4 sub b. (limitatif)
Jenis-Jenis Penahanan (Psl 22 )
a. Rutan b. Rumah c. Kota
Penahanan dapat ditangguhkan (Pasal 31)
Pasal 31
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
ataupun dialihkan jenisnya (Psl 23)
Jangka waktu Penahanan Psl 24 s/d 28
Pengecualian Jangka waktu Penahanan: Psl 29 , perkara anak (UU 3/ 1997)
Pembantaran Penahanan (stuiting) - SEMA No.1/ 1989 jo. No.2/ 1989
Ø Perintah penahanan atau pengeluaran dari tahanan merupakan tindakan hakim (Rechts Daad) yang harus segera dilaksanakan oleh jaksa PU meskipun ada upaya hukum.
Ø Meski jaksa kasasi, jika ada perintah pengeluaran terdakwa dari tahanan (misal tdw dibebaskan), perintah tersebut harus dilaksanakan segera (Pasal 192 KUHAP)
Ø Isi perintah (ex. perintah penahanan, pengembalian barang bukti, harus dibedakan dengan isi putusan hakim (penjatuhan pidana) yang dapat di banding/ kasasi.
MASA WAKTU PENAHANAN YANG DIBERIKAN :
1. Penyidik paling lama dua puluh hari.
2. Diperpanjang oleh penuntut umum paling lama empat puluh hari (Pasal 24 KUHAP).
3. Penuntut umum paling lama dua puluh hari.
4. Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama tiga puluh hari. (Pasal 25 KUHAP)
5. Hakim pengadilan negeri paling lama tiga puluh hari.
6. Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama enam puluh hari. (Pasal 26 KUHAP)
Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.(PASAL 28 KUHAP)
A. KEHADIRAN TERDAKWA
UU No.4/2004 Tentang KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 18 (ay.1):
Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain;
KUHAP, Pasal 196 :
Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa, kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain
v Jika lebih dari satu tdw putusan dapat diucapkan dengan hadirnya tdw yang ada
v Jika pemeriksaan telah selesai (sesudah Tuntutan) putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa (18 ay.2)
v Mengapa demikian?
v Asas :Seseorang tidak boleh dipidana tanpa diberi kesempatan untuk didengar keterangannya/ didengar pembelaannya.
v Asas: Pengadilan harus adil ( Impartial) dan mendengarkan kedua belah pihak (Audi et Alteram Partem)
Pasal 154 ayat 2 s/d 7 KUHAP:
Jika terdakwa tidak hadir, pertama-tama hakim harus meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah
( untuk sahnya panggilan perhatikan ketentuan pasal 145 dan 146 jo pasal 227 dan 228 KUHAP)
Ø Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir, maka pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan
Ø Kehadiran terdakwa di sidang merupakan kewajiban , bukan hak terdakwa, sehingga terdakwa harus hadir di sidang pengadilan ( penjelasan pasal 154 ayat 4 KUHAP )
Pengecualian!
ü perkara diperiksa dengan acara pemeriksaaan cepat
ü perkara tindak pidana khusus
ü Pasal 173 KUHAP: Hakim dalam keadaan tertentu, dapat meminta terdakwa keluar dari sidang (…harus diberitahu hasilnya)
ü Pasal 176 ay 1: terdakwa jika bertingkah laku tidak patut dapat dikeluarkan dari ruang sidang
Contoh-contoh kasus
1. terdakwa pada permulaan sidang hadir, tetapi selanjutnya ia tidak pernah hadir lagi. Apakah pengadilan dapat menjatuhkan putusan diluar hadirnya terdakwa tersebut ?
2. Ada lebih dari seorang terdakwa, tetapi ada seorang terdakwa yang tidak pernah hadir atau tidak dapat dihadirkan . Apakah perkaranya dapat diperiksa dan diputus?
3. Terdakwa sejak permulaan sidang tidak pernah bisa dihadirkan. Apakah perkara tersebut dapat diputus agar tidak menjadi tunggakan pengadilan?
4. Pada permulaan sidang hadir, tetapi sesudah itu terdakwa tidak hadir dan tidak ada harapan dapat dihadirkan. Bagaimana?
5. Jika terdakwa telah dipanggil 2 kali secara sah tidak hadir, maka Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa dihadirkan secara paksa. Apakah hakim dapat memerintahkan penahanan sehubungan dengan upaya paksa tersebut ? Kepada siapa perintah ditujukan?
6. Jika terdakwanya selalu hadir tetapi giliran saksi-saksi tidak dapat dihadirkan, apakah perkara dapat diperiksa dan diputus?
Jika terdakwa mengakui dakwaan, maka keterangan saksi yang ada dapat dibacakan dan perkara dapat diputus.
C. PRA PERADILAN
Pengaturan:
Ø Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP
Ø Fungsi:
Ø Forum untuk menguji kebenaran/ ketepatan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/ PU terhadap tersangka/ terdakwa.
Ø Lembaga pengawasan horizontal bagi Instansi penegak hukum
Memeriksa dan mengadili:
Ø Sah / tidaknya penangkapan , penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ø Sah/ tidaknya penyitaan benda yang bukan termasuk alat pembuktian
Ø Bentuk permintaannya: Permohonan
Ø Acara pemeriksaan seperti acara perdata; ada jawaban, pembuktian dengan surat dan saksi.
Ø Keputusan pengadilan berbentuk putusan.
Ø Pemeriksaan cepat, dalam waktu 7 hari sejak perkara disidangkan harus sudah dijatuhkan putusan.
Ø Tidak ada upaya hukum banding;
Ø Kecuali putusan mengenai penghentian penyidikan/ penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi
Ø Apakah Putusan Pra Peradilan dapat dimintakan kasasi?
Ø Dahulu ada silang pendapat:
Ø Putusan MA No.227 K/ Kr/ 1982, tgl.29 Maret 1982 , No. 680 K/ Pid/1983, tgl.10 Mei 1984, dan berikutnya,…. tidak dapat diterima!.
Ø Pernah,
Ø Putusan MA No.1156 K/Pid/2000, tgl.11 Oktober 2000 dan
Ø Putusan MA No. 35 K/ Pid/ 2002, tgl. 6 Maret 2002, ….. dapat diterima !
DENGAN BERLAKUNYA:
UU Mahkamah Agung yang baru ( UU No.5/ 2004, Pasal 45 A (2) ditegaskan Perkara Pra Peradilan Tidak dapat dimintakan kasasi !!!.
Dengan penetapan ketua pengadilan negeri berkas perkara tidak perlu dikirim ke MA
D. PEMBUKTIAN
PENGATURAN:
Ø Psl 66: Kewajiban PU (Azas Pembuktian)
Ø Psl 182(4) didasarkan pada dakwaan PU.
Ø Psl 183 s/d 189 ( Tentang Pembuktian)
Ø Psl 183: dua alat bukti sah, memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana terjadi dan terdakwalah yang melakukannya
Ø Psl 184 : alat-alat bukti yang sah:
1) Ket.Saksi 2) Ket.Ahli 3) Surat 4) Petunjuk 5) Ket.Terdakwa
Ø Psl 185 : Perhatikan ketentuan Psl.160 (kewajiban bersumpah), 163 (ket. berbeda dengan BAP harus ditanyakan), 164 (tanggapan terdakwa atas ket.saksi), 165 (mendapatkan kebenaran, cross examination), 166 (pertanyaan yang menjerat atau yang bersifat kwalifikasi dilarang),
KETERANGAN SAKSI
Psl 185 :
Perhatikan :
Ø Psl.160 (kewajiban bersumpah),
Ø 163 ( Jika ket. berbeda dengan BAP harus ditanyakan),
Ø 164 (tanggapan terdakwa atas ket.saksi),
Ø 165 (mendapatkan kebenaran, cross examination),
Ø 166 (pertanyaan yang menjerat atau yang bersifat kwalifikasi dilarang),
Ø Ps. 185 (2): Unus testis nullus testis (satu saksi belum cukup untuk membuktikan kesalahan tdw)
Ø ayat (4): Ket.saksi yang berdiri sendiri
Ø ayat (5): Ket.saksi adalah yang saksi lihat, saksi dengar, atau alami sendiri, bukan pendapat atau rekaan dari hasil pemikiran.
Ø ayat (6): dalam menilai hrs diperhatikan:
Ø Persesuaian dengan ket.saksi yang lain
Ø “ dengan alat bukti yang lain
Ø Alasan saksi memberikan ket seperti itu
Saksi Mahkota
(Kron Getuige/ Crown Witness)
ü Teman terdakwa yang dijadikan saksi.
ü Jika ada 2 atau lebih terdakwa yang perkaranya di- splits (dipecah/ dipisah)
ü Dalam perkara” Marsinah” oleh MA dipandang tidak memiliki nilai pembuktian (karena tidak ditanya bersedia/ tidaknya sbg saksi) sehingga para terdakwa dibebaskan.
ü Hakim hendaknya hati-hati dengan pembuktian melalui saksi mahkota ini.
KETERANGAN AHLI
Ø (Psl.186 KUHAP)
Ø Dapat diberikan dihadapan penyidik/ PU dalam bentuk laporan dengan mengingat sumpah jabatan (misal: Visum et Reperrtum)
Ø Dapat diberikan di muka persidangan, dengan terlebih dahulu disumpah dihadapan hakim.
SURAT
Ø Pasal 187 KUHAP
Ø berita acara atau surat lain ddalam bentuk resmi dst
Ø Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan dst
Ø Surat keterangan dari seorang ahli dst
Ø Surat lain yang ada hubungannya dengan alat bukti yang lain.
PETUNJUK (Pasal 188)
Ø Perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu, menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Ø Hanya diperoleh dari ket.saksi, surat, dan ket.terdakwa
Ø Dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana
Ø Pencabutan keterangan dalam BAP Penyidik oleh terdakwa tanpa alasan yang dapat diterima merupakan petunjuk kesalahan terdakwa.
Ø Saksi yang menerangkan telah melihat tdw di dekat tempat kejadian sedang mengangkat korban ke dalam kendaraan dapat dipakai sebagai petunjuk atas kesalahan tdw melakukan pembunuhan, meski tdw menyangkal melakukannya.
KETERANGAN TERDAKWA ( Psl. 189)
Ø Apa yang tdw nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan, ketahui, atau alami sendiri (Pengakuan terdakwa)
Ø Ket. tdw hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri
(tidak dapat dipakai memberatkan tdw lain)
Ø Ket.tdw saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahannya, melainkan harus disertai alat bukti yang lain.
Ø Jika kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (Vrijspraak)
Ø Jika perbuatan terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana , misal merupakan perbuatan perdata, ada alasan pembenar, maka diputus dilepas dari segala tuntutan hukum (Ontslag van alle rechtsvervolging)
Ø Jika kesalahan tdw atas perbuatan yg di dakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa dijatuhi pidana.
Ø Dalam setiap tindak pidana selalu ada unsur sifat melawan hukum dari perbuatan yang didakwakan, meski dalam rumusan delik tidak tercantum. Hendaknya unsur ini oleh hakim dipertimbangkan.
Ø Dalam hal tertentu, oleh yurisprudensi, tdw dapat dipersalahkan melakukan kejahatan yang tidak didakwakan jika perbuatan pokoknya terbukti,
Ø Psl. 363 menjadi 362 KUHP
Ø Psl. 340 menjadi 338 KUHP
TAHAPAN ACARA PEMERIKSAAN
  1. Panggilan kepada terdakwa untuk menghadiri sidang (Pasal 145 KUHAP)
  2. Hakim ketua sidang Membuka Sidang dan Menyatakan sidang terbuka untuk umum kecuali delik kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 147 KUHAP)
  3. Hakim ketua sidang menanyakan identitas terdakwa (Pasal 155 ayat 1 KUHAP)
  4. Hakim ketua sidang meminta penuntut umum membacakan dakwaan selanjutnya menanyakan kepada terdakwa apakah mengerti isi surat dakwaan (Pasal 155 ayat 2 a dan b KUHAP)
  1. Pengajuan Eksepsi/Keberatan terhadap surat dakwaan diajukan oleh terdakwa bersama penasihat hukumnya (pasal 156 KUHAP).
  2. Penuntut umum berhak mengajukan pendapat atas eksepsi/keberatan yang diajukan terdakwa bersama penasihat hukum
  3. Pembacaan PUTUSAN SELA (Pasal 156 KUHAP)
    alternatif Amar/Bunyi putusan sela:
  1. mengabulkan atau menolak eksepsi terdakwa bersama penasehat hukumnya.
  2. menyatakan dakwaan batal demi hukum.
  3. menyatakan dakwaan tidak dapat diterima.
  4. menyatakan pengadilan negeri tidak berwenang mengadili

  1. Bila Eksespsi terdakwa bersama PHnya ditolak maka dilanjutkan dengan Pemeriksaan Saksi (Pasal 160 KUHAP)
  2. Saksi dipanggil dan diminta keterangan satu demi satu, dan yang pertama kali diperiksa yaitu saksi korban (pasal 160 ayat1)
  3. Hakim wajib mendengar keterangan saksi, baik yang meringankan ataupun yang memberatkan terdakwa, baik itu diminta oleh terdakwa bersama Penasehat Hukumnya maupun yang diminta PU (pasal 160 ayat 2)
  4. Penuntut umum, penasihat hukum diberi kesempatan mengajukan pertanyaan baik kepada saksi maupun terdakwa (pasal 164 ayat 2 jo pasal 165 ayat 2 KUHAP)
  5. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, PENUNTUT UMUM MENGAJUKAN TUNTUTAN PIDANA (pasal 182 ayat 1 a KUHAP)
  1. Terdakwa bersama penasihat hukumnya mengajukan PEMBELAAN/PLEDOOI (pasal 182 ayat 1,b KUHAP)
  2. Penuntut Umum dapat mengajukan REPLIK
  3. Terdakwa bersama Penasehat Hukumnya dapat mengajukan DUPLIK
  4. Majelis Hakim BERMUSYAWARAH, untuk mengambil putusan, diusahakan sunguh-sunguh Mufakat Bulat, bila tidak tercapai maka ditempuh dengan cara:
a. Suara terbanyak
b. Pendapat Hakim yang paling menguntungkan terdakwa (Psl 182 ayat 6 KUHAP)
17. Pembacaan putusan oleh Majelis Hakim (psl 182 ayat 8 KUHAP)
UPAYA HUKUM (Psl 1 ayat 2 KUHAP)Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang ini. Setelah putusan dibacakan dan ada diantara para pihak yang merasa tidak sependapat dengan putusan hakim, maka dipersilahkan menempuh upaya hukum.

Upaya hukum antara lain :
1. Banding.
2. Kasasi
3. Peninjauan Kembali
JENIS PERADILAN DI INDONESIA:
1.Peradilan Umum
2.Peradilan Agama
3.Peradilan Militer
4.Peradilan Tata Usaha Negara
PERBEDAAN HKM ACR PERDATA DAN ACR PIDANA
HKM ACR PIDANA
  1. Kepentingan yang dilindungi kepentingan umum dan kepentingan hukum
  2. Inisiatif penuntutannya kepengadilan yaitu jaksa selaku penuntut umum
  3. Perkara dan pemeriksaan tidak dapat dihentikan sampai keputusannya tetap.
  4. Hakim bersifat aktif
HKM ACR PERDATA
  1. Kepentingan Perseorangan
  2. Pihak yang merasa dirugikan (pihak pengugat)
  3. Perkara dan pemeriksaan dapat dihentikan kapan saja oleh pihak pengugat
  4. Hakim bersifat pasif
HKM ACR PIDANA
5. Hakim tidak dapat meyakini secara penuh pengakuan tersangka
6. Kebenaran yang dicapai yaitu materil
7. Terdapat pemeriksaan pendahuluan
HKM ACR PERDATA
5.Hakim wajib menerima pengakuan pengugat sebagai sesuatu yang benar.
6. Kebenaran yang dicapai yaitu formal
7. Tidak terdapat pemeriksaan pendahuluan

0 komentar:

Posting Komentar